TPC Go Green!
Setelah lama, baru kali ini Ade bermain lagi di Taman Kota. Sedang
asyik bermain Ade melihat dua anak sedang memungut sampah.
“Eh, itu kan Nazhif dan Thahir. Kok mereka mungut sampah?
Memangnya mereka pemulung ya?” kata Ade memperhatikan apa yang mereka kerjakan.
“Apa yang berkilau di baju mereka itu? Samperin ah.” Katanya
lagi. Tapi, belum sempat melangkah jauh kedua anak tadi sudah hilang di tengah
keramaian.
“Ugh ... biar di sekolah saja kutanyai mereka.” Geramnya
kesal.
Esoknya di sekolah.
“Hai Nazhif. Maaf, jangan tersinggung ya. Kamu pemulung?” tanya Ade
agak janggal. Nazhif hanya diam.
“Aduh, maaf ya Zhif. Aku ... Cuma nanya aja,” Ade jadi salah
tingkah.
Nazhif menoleh kemudian tersenyum, “Gak apa-apa kok. Aku memang
pemulung, De,”
“Hah, beneran Zhif?”
“Iya, bener.” Nazhif mengangguk yakin.
Dari jauh tampak Thahir berlari mendekat. Di tangannya ada secarik
kertas. Dia tiba dengan nafas tak teratur. Thahir agak terkejut dengan
keberadaan Ade.
“Eh Ade. Apa kabar?” tanyanya basa basi.
“Alhamdulillah, baik-baik saja. Tapi ... maaf ya Thahir. Apa benar
kalian berdua pemulung?” Ade kembali bertanya sembari mengerutkan muka.
Thahir tersenyum. Dia mengeluarkan sebuah lencana dari sakunya.
“Yup. Kami berdua adalah pemulung. Tepatnya Pemulung Cerdas! Nih.”
Thahir menyodorkan lencananya kepada Ade.
“Wah, indah sekali. Hah, TPC Go Green? Maksudnya?” Ade masih belum
mengerti.
Serentak Nazhif dan Thahir tertawa.
“Ade.. Ade.. Kita bukan pemulung seperti yang kamu sangka. Aku dan
Thahir adalah anggota TPC alias Tim Pemulung Cerdas. Klub pecinta alam di sekolah
kita. Kami mengumpulkan sampah dan menyisihkan yang masih bisa didaur ulang.”
Terang Nazhif.
“Dan ini rancangan program kami. Beberapa solusi yang berkaitan
dengan sampah. Di antaranya pemisahan sampah organik dan non-organik lalu daur
ulang sampah.” Thahir pun menunjukkan kertas tadi.
“Jadwal sekolah kalian nggak terganggu nanti?” Ade menyelidik.
“Nggak, kok. Kita aksi ketika libur saja. Kalau pekerjaan kecil
bisa sepulang sekolah. Yang pastinya nggak mengganggu pelajaran.” Thahir coba
meyakinkan Ade.
“Dan sebagai pengenal kita pakai lencana ini.” Nazhif menambahkan.
“Jadi, yang kulihat berkilau kemarin lencana ini ya?” Ade
penasaran.
“Di mana kamu lihat?”
“Di Taman Kota.”
“Oh, itu kita sedang menjalankan misi.” Kata Nazhif kemudian.
“Kalau begitu aku gabung juga.”
“Welcome!”
Nazhif dan Thahir saling tos. Mereka tertawa bersama. Lalu,
“TPC beraksi!”
Liburan-liburan berikutnya sebagian mereka isi dengan kegiatan TPC.
Mereka jadi semakin akrab. Semakin hari semakin banyak pula karya-karya yang
mereka hasilkan. Sandal dari perca, tempat pensil dari perca dan kardus, tempat
kue dan pot bunga hias dari kertas, kantong tempat remote dan masih banyak
lagi. Di sekolah pun mereka selalu berada di peringkat lima besar.
“Besar nanti mau jadi apa ya?” tanya Thahir suatu hari ketika
mereka berteduh di bawah pohon.
“Aku ... Pengusaha Tekstil!” teriak Nazhif.
“Aku ... Tukang sampah aja!” teriak Ade menyahut.
“Hahahaha ....” Mereka merasa sangat bahagia.
September 2014
0 comments:
Posting Komentar