Senin, 28 Juli 2014

Pemandangan Indah

Pemandangan yang menyentuh hati :
Sungguh menyenangkan hati
saat kulihat dari jendela kamar yang tanpa jeruji,
Seorang nenek berjalan sendiri
Di jalan panjang yang tentunya membuat lelah
Tiba-tiba lewat seorang bidadari (semoga)
Banggalah anaknya (kalau dia punya anak)
Banggalah suaminya (kalau sudah menikah)
Banggalah orangtuanya 
Dia datang menawarkan diri
Menawarkan untuk membonceng nenek tadi
Terjadi dialog antara dua manusia
Akhirnya kata sepakat didapat pula
nenek dibonceng oleh wanita yang baik hati
Semoga semua kita begitu
Dan hanya Allah-lah sebaik-baik pemberi ganjaran.
#jadilebihbaik

BACK TO AL-QUR'AN & HADITS

Momen Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk bertaubat. Walau kita telah berlumur maksiat, tak ada kata terlambat. Kalau memang tekad sudah bulat untuk bertaubat, maka tak ada sesuatupun yang dapat menghambat.

Tetap semangat untuk bertaubat!

GENERASI PEMBELAJAR

"Generasi Pembelajar" Istilah ini saya kutip dari buku Prophetic Learning (Dwi Budiyanto). Beliau menjelaskan pernyataan Sayyid Quthb tentang bagaimana tabiat insan pembelajar dari generasi sahabat. Apa keistimewaan para sahabat sehingga mereka mampu melakukan lompatan yang luar biasa memimpin garda peradaban dunia?

Sayyid Quthb mengatakan, "Kehebatan generasi sahabat bukan semata-mata karena di sana ada Rasulullah, sebab jika ini jawabannya berarti Islam tidak rahmatan lil 'alamin. Kehebatan mereka terletak pada semangat mereka untuk belajar, lalu secara maksimal berupaya mengamalkannya."

Mereka memiliki kemauan dan minat yang kuat terhadap ilmu melebihi kemauan terhadap hal lain. Generasi ini mengetengahkan sebuah pandangan belajar untuk memahami (Learning how to think). Tidak berhenti sampai di situ, mereka juga menjelaskan tentang belajar untuk mengamalkan (Learning how to do). Satu unit ilmu yang mereka peroleh langsung diaplikasikan.

Analisis Sayyid Quthb di atas juga menjelaskan kepada kita tentang kesadaran diri para sahabat untuk menjadi pribadi paripurna. Rentetannya sebagai berikut. Mereka memiliki kesadaran diri untuk menjadi pribadi paripurna (taqwa). Syaratnya, mereka perlu menginvestasikan amal-amal yang berkualitas (amal shalih). Untuk mencapainya, mereka harus memiliki pemahaman yang baik. Untuk tujuan semua itulah mereka belajar. Jadi, setiap kita perlu belajar untuk menjadi (Learning how to be). Artinya, apapun yang kita pelajari harus mampu membentuk pola pikir dan pola sikap kita dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mencapai target itu semua, kita tidak mungkin hanya mengandalkan sekolah atau kampus saja. Kita perlu memperluas lingkungan belajar kita.
Hanya saja, untuk memperluas lingkungan belajar kita membutuhkan minat yang kuat. Minat yang kuat lahir dari tradisi belajar dan tradisi ilmiah yang baik. Nah, sekarang bagaimana menjadikan tradisi belajar betul-betul melekat pada diri kita tanpa terkait dengan momentum tertentu, misalnya ujian. Selain itu, bagaimana kita menciptakan motivasi bahwa apa pun yang kita lakukan sejatinya adalah proses belajar, karena BELAJAR MERUPAKAN SENI UNTUK MENGEMBANGKAN DIRI!

Mari belajar bersama!
#belajar_dari_sumbernya!

Sabtu, 12 Juli 2014

KISAH-KISAH MENAKJUBKAN


Aku baru saja berpisah dengan si Loreng. Itu kucing kesayanganku. Malang nian nasibnya, tertabrak mobil siang tadi. Kini, hatiku bersedih dan cuacanya mendung. Aku menangis.
“Hasan, ada apa?”
“Si Loreng, Ma.”
“Sudah, relakan saja. Semoga nanti ada gantinya.”
Mama lalu membawaku ke dalam. Mama membuka mushaf dengan sampul  Syaamil Qur’an.
“Kita baca Surat Yusuf yuk!”

Awalnya aku kurang suka, tapi saat ibu mulai membaca akupun jadi suka. Ayat demi ayat dibacakan, ditambah dengan terjemahannya. Karena aku belum pintar bahasa Arab. Nantilah, semoga aku bisa bahasa Arab. Tentu akan lebih nikmat membaca Al-Qur’an.
“Mama, gantian dong.” Aku meraih mushaf itu dari tangan mama.

Sungguh menakjubkan cerita Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Meski saudaranya mencelakakannya, namun dia tetap sabar dan yakin akan pertolongan Allah. Ayahnya, nabi Ya’qub ‘alaihissalam, harus menerima kenyataan ini dengan hati yang sabar. Berpisah dengan anak tercinta sungguh begitu berat. Dia tahu bahwa Yusuf masih hidup, sehingga kerinduannya pun menjadikan kedua matanya buta.

Tak terasa air mataku menetes. Larut dalam kisah indah ini. Mama di sampingku juga ikut menangis. Hingga cerita sampai pada pertemuan Yusuf dengan para saudaranya di Mesir. Setelah berlalu tahun-tahun yang panjang.
“Apakah engkau Yusuf?” saudaranya keheranan, setengah tak percaya.
“Ya, aku adalah Yusuf, saudaramu.”

Sekarang, aku menangis lagi. Menangis karena haru. Aku berhasil menyelesaikan kisahnya tepat beberapa saat sebelum berbuka.
Aku merasa takjub saat sampai pada akhir surat. Yaitu pada firman Allah Ta’ala:

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” ([12]:111)

Sedihku berganti dengan pengharapan dan rasa percaya diri. Allah akan memberi ganti yang lebih baik. Biarlah si Loreng mati. Nanti ada gantinya juga.
Setiap hari aku membaca al-Qur’an, semakin bertambah cintaku padanya. Besok aku akan membaca surat al-Kahfi, ada kisah menarik juga di dalamnya. Kisah Ashabul Kahfi, Nabi Musa dan Khidir, dan kisah Zulqarnain. Tapi, semua kisah-kisah itu bukan buatan. Semua kisah itu adalah kisah nyata. Banyak pelajaran yang bisa dipetik darinya.

Berselang dua hari, entah dari mana, seekor kucing imut datang ke rumahku. Dia menetap di sana dan menjadi kawanku. Allah memang baik. (±359 kata)

#AyoNgajiTiapHari

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Masthoms16 | Macys Printable Coupons