PENDIDIKAN SYAR’I DAN PERADABAN ISLAM
“Tidak akan
pernah jaya umat ini, kecuali dengan sebab apa generasi awalnya bisa jaya.”
Begitulah ungkapan Imam Malik –rahimahullah- yang telah kita kenal. Generasi
awal umat Islam mengalami lompatan yang sangat besar sepanjang sejarah
peradaban manusia, mereka menaklukkan banyak negeri, ditakuti oleh musuh dan
disegani oleh kawan. Ketika itu ilmu yang tersebar masih dekat dengan
sumbernya, kesejahteraan merata di setiap jengkal tanah kaum muslimin.
Sebagaimana kita ketahui bersama, generasi awal ini, yaitu para shahabat f bersama Rasulullah smampu menguasai seluruh jazirah Arab dalam kurun waktu kurang dari
11 tahun. Hal ini tidak terjadi begitu saja, namun memiliki proses yang
panjang. Jika kita merunut sejarah, kita dapati bahwa para shahabat sebenarnya
hanyalah manusia biasa seperti kita, hingga mereka masuk Islam yang menyebabkan
mereka mulia. Pada masa awal kenabian hanya sedikit orang yang masuk Islam,
kurang dari 20 orang. Ini terus begitu hingga masa kenabian memasuki tahun
ke-4. Baru kemudian di saat Umar bin Khaththab d masuk Islam, Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk melakukan dakwah
secara terang-terangan.
Meskipun dakwah secara terang-terangan telah digulirkan, namun
Rasulullah berusaha untuk tidak melakukan konfrontatif dengan kafir Quraisy
terlebih dahulu. Fokus beliau pada fase tersebut ialah penyelamatan dan
pembinaan. Penyelamatan individu-individu yang berpotensi untuk menerima Islam
dan pembinaan bagi yang telah masuk Islam. Maka kita mengenal ‘Dar al-Arqam’,
tempat dimana Rasulullah membina para shahabat selama fase Makkah. Nah, dari
sinilah titik tolak kegemilangan generasi shahabat.
Pendidikan yang diberikan oleh Rasulullah tidak hanya dirasakan
oleh lelaki dari kalangan shahabat, tetapi semua shahabat merasakan pendidikan
tersebut, baik itu wanita, pria, muda, tua bahkan anak-anak.
Dari pendidikan ini lahirlah pribadi-pribadi unggul yang Allah
sendiri memuji dan meridhai mereka. Nama mereka tetap hidup meskipun jasad
mereka telah terkubur. Kita mengenal Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Ibn Umar, Ibnu
Mas’ud, Usamah bin Zaid dan yang lainnya mereka semua termasuk ulama dari
kalangan shahabat f.
Dan di antara mereka juga ada yang menjadi duta Islam, misalnya
Mush’ab bin Umair dyang
diutus ke Madinah sebelum hijrahnya Rasulullah s. Mu’adz bin Jabal d,
penghulu para ulama, yang dikirim ke Yaman untuk berdakwah kepada ahli kitab
sebelum wafatnya Rasulullah. Ja’far bin Abi Thalibdyang dikirim ke Habasyah sebagai Juru Bicara kaum muslimin yang
berhijrah kesana. Kita juga mengenal sosok pemberani, yaitu Rib’i bin Amir d, yang datang seorang diri menghadap Raja Kisra ketika itu, Rustum,
yang merupakan salah satu dari dua negara superpower kala itu (superpower yang
lainnya ialah Romawi). Rib’i bin Amir dengan tegas mengatakan suatu ungkapan
yang sangat fenomenal: “Kami adalah kaum yang Allah utus kepada manusia,
untuk mengeluarkan manusia dari peribadatan sesama manusia, kepada peribadatan
Rabbnya manusia, dari sempitnya dunia, kepada keluasan dunia dan akhirat, dari
kehinaan banyak agama, kepada kemuliaan Islam.”
Hal itu semua terjadi (dengan izin Allah) karena baiknya pendidikan
(tarbiyah) Rasul terhadap para shahabat, ditambah dengan semangat mereka
untuk mengaplikasikan setiap satuan ilmu yang mereka dapatkan dari pendidik (Murabbi)
mereka, yaitu Rasulullah s.
Kenapa harus pendidikan syar’i?
Sekilas di atas kita membicarakan tentang bagaimana kegemilangan
para shahabat bisa terwujud dengan baiknya pendidikan Rasul terhadap mereka. Kemudian
kita bertanya, kenapa harus pendidikan? Atau lengkapnya kenapa harus pendidikan
Syar’i?
Allah Ta’ala menciptakan Jin dan Manusia dengan satu tujuan yang
agung, yaitu peribadatan hanya pada-Nya. Untuk tujuan tersebut Allah tidak
membiarkan hamba-Nya berbuat dan beribadah sekehendaknya, tetapi Allah mengutus
rasl-rasul serta menurunkan kitab-kitab, agar manusia tetap di jalan kebenaran yang
telah Allah gariskan. Rasul terakhir adalah Muhammad s, kitab terakhir adalah Al-Qur’an, serta risalah terakhir adalah
Islam yang menyempurnakan syari’at rasul-rasul sebelumnya, tidak ada lagi
tambahan, tidak ada lagi nabi dan rasul setelahnya.
Para rasul –shalawatullah ‘alaihim wa salamuhu- dalam
menyampaikan dakwahnya apakah dengan kata-kata yang kosong? Tentu jawabannya
‘Tidak’. Mereka menyampaikan semua itu di atas ilmu dan penjelasan yang nyata.
Maka jika suatu umat menempuh jalan ini, yaitu jalan ilmu, mereka
akan mengalami kemajuan yang luar biasa dan peradaban mereka berpengaruh serta
bertahan lama. Maju mundurnya suatu peradaban ditentukan oleh sejauh mana suatu
umat itu menghargai ilmu pengetahuan. Demikian juga dengan umat Islam, mereka
mampu bertahan hingga sekitar 13 abad lamanya, karena mereka masih berpegang
teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber seluruh gerak tingkah laku
mereka dalam segala hal, termasuk dalam hal keilmuan. Berdasarkan kedua pedoman
itulah ilmu syar’i dipelajari. Di saat umat Islam menjauh dari keduanya, sibuk
dengan ilmu-ilmu filsafat dan ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat lainnya, mulailah
bencana kemunduran itu terjadi. Hingga runtuhnya kekhalifahan terakhir, yaitu
Khilafah Turki Utsmani pada tahun 1923 M.
Sejak hari itu panji Islam terburai dan wajah Islam kian memburam. Sejak
hari itu terjadi penjajahan di negeri-negeri kaum muslimin, yang menyebabkan
mereka mundur dalam berbagai segi, baik segi ekonomi, politik, militer dan
pengetahuan.
Hari ini kondisi umat Islam sangat menyedihkan, kebanyakan mereka
ditimpa oleh musibah kebodohan dan kelaparan, jauh dari agama, terjadi
perselisihan antar mereka dan permasalahan lainnya yang begitu kompleks. Semua
permasalahan di atas sebab utamanya (sebagaimana yang telah kita sebutkan)
ialah menjauhnya umat dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan begitu, solusi
paling tepat agar umat ini kembali jaya dan memiliki peradaban yang gemilang
adalah dengan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan pendidikan syar’i
merupakan sarana utama untuk melaksanakan solusi tersebut.
Hal ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah sdi dalam sebuah hadits, bahwa jika umat ini berpegang teguh kepada
Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka tidak akan pernah tersesat selama-lamanya.
Keduanya adalah pusaka Rasulullah. Pada hadits yang lain beliau juga
menyebutkan bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala mengangkat derajat suatu kaum dengan
Al-Qur’an dan dengannya merendahkan kaum yang lain (HR. Muslim). Jika suatu
kaum berpegang teguh dan beramal dengan Al-Qur’an maka derajatnya akan
ditinggikan. Sebaliknya, bila suatu kaum menyelisihi dan meninggalkan Al-Qur’an,
derajatnya akan direndahkan, di dunia dan di akhirat.
Pendidikan syar’i merupakan pendidikan yang paling sempurna, karena
di dalamnya diterapkan metode pendidikan Rasul. Oleh karena itu, jika kita temukan
suatu pendidikan syar’i yang tidak mencontoh pendidikan Rasul, maka pendidikan
tersebut bukanlah pendidikan syar’i.
Pendidikan syar’i juga merupakan pendidikan yang ideal, yang
memiliki 3 karakter utama, yaitu syamil (menyeluruh), mutakamil
(sempurna) dan istimrar (berkelanjutan). Pendidikan yang sesuai dengan
fitrah manusia dan merupakan pendidikan terbaik sepanjang sejarah manusia, hal
ini telah terbukti dengan jelas dan juga diakui oleh pakar pendidikan hari ini.
Pendidikan yang baik yaitu pendidikan yang mencakup seluruh aspek
yang menunjang keberhasilan pendidikan tersebut, keseimbangan antara teori dan
praktek, antara jasmani dan rohani, dan antara dunia dan akhirat. Islam sebagai
satu-satunya agama yang benar telah meletakkan dasar ini, lihatlah bagaimana
Islam mengiringkan iman dengan amal shaleh, konsekuensinya adalah seseorang
yang mengaku beriman dituntut untuk beramal shaleh, karena beriman saja tanpa
diikuti dengan aksi konkrit (amal shaleh) maka iman itu tidak berguna. Begitu
juga sebaliknya seseorang yang banyak melakukan amalan namun tidak didasari
dengan keimanan yang benar, maka amalannya hanyalah kesia-siaan.
Tujuan (Hadaf) dari Pendidikan dalam Islam
Hakikatnya, pendidikan syar’i ditujukan untuk melahirkan
generasi-generasi pemenang yang memiliki jiwa, sifat dan kepribadian yang agung.
Kegiatan belajar sepenuhnya adalah pekerjaan untuk menempa jiwa sehingga bisa
menjadikan seseorang itu mulia di dunia dan di akhirat. Allah –Subhanahu wa
ta’ala- mengisyaratkan di dalam Kitab-Nya yang mulia tentang tujuan dari
pendidikan, yaitu pembersihan jiwa, misalnya di dalam surat Al-Jumu’ah ayat 2 :
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,”
Di dalam surat ‘Abasa ayat 1-10 Allah juga menyebutkan secara
tersirat dua tujuan pendidikan, yaitu penyucian diri dari syirik, bid’ah dan
maksiat serta perasaan takut kepada Allah (Khasyyatullah).
Solusi praktis untuk hari ini
Ilmu syar’i merupakan ilmu yang pertama sekali harus dituntut dan
dipelajari, karena setiap langkah kaki, desah nafas dan detak jantung kita
tidak pernah terlepas dari yang namanya syari’at, baik itu Aqidah, Ibadah,
Akhlaq maupun Mu’amalah. Para ulama menjelaskan bahwa jika Al-Qur’an dan
As-Sunnah menyebutkan kata ‘ilmu’ secara mutlak tanpa disandarkan kepada yang
lain, maka maksudnya ialah ilmu Syar’i, karena tidak ada yang lebih agung
kedudukannya dalam hidup ini melebihi kedudukan ilmu syar’i. Hukum mempelajari
ilmu syar’i adalah wajib sesuai dengan tingkatan kewajiban sesuatu yang
dipelajari itu, misalnya aqidah wajib dipelajari oleh setiap orang yang telah
bersyahadat. Contoh lain seorang yang memiliki banyak harta, maka dia wajib
mempelajari masalah zakat, dan sebagainya.
Ada beberapa hal yang bisa kita kerjakan untuk melaksanakan program
pendidikan syar’i, di antaranya :
1.
Para
orangtua mengajarkan anaknya Al-Qur’an, karena rumah adalah madrasah pertama
bagi seorang anak. Sembari mendidik anak, orangtua juga harus aktif dalam
kajian-kajian syar’i.
2.
Setiap
individu kaum muslimin harus memiliki rasa bertanggungjawab terhadap pendidikan
syar’i ini, karena merekalah nantinya yang akan mengisi peradaban tersebut.
3.
Pemerintah
dan Yayasan sosial sepatutnya mendirikan sekolah-sekolah yang berbasis
pendidikan syar’i.
4.
Mengirim
pelajar-pelajar kepada para ulama yang diakui keilmuan dan kelurusan aqidahnya.
5.
Mendatangkan
ulama rabbani yang bisa memberikan solusi konkrit di Aceh.
6.
Melestarikan
halaqah yang dibina langsung oleh ustadz-ustadz yang mumpuni dalam ilmu
syar’i.
Solusi
di atas hanyalah suatu gambaran umum, adapun aplikasinya memerlukan pengkajian
yang lebih mendalam lagi.
Sebagai
kesimpulan kita nyatakan bahwa pendidikan syar’i tidak akan mencapai hasil
seperti yang diharapkan kecuali dilaksanakan sesuai dengan metode pendidikan
Rasul. Karena hanya dengan pendidikan syar’i lah
peradaban Islam kembali gemilang.